NASIONAL – Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia, Phoebe Ramadina, M.Psi., Psikolog, menekankan pentingnya peran orang tua dalam mencegah terjadinya pernikahan dini pada anak-anak.
Saat dihubungi dari Jakarta, Senin (26/5), Phoebe menjelaskan bahwa orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak bahwa pernikahan bukan sekadar formalitas, tetapi membutuhkan kematangan psikologis dan kesiapan finansial.
“Penting bagi orang tua untuk membangun pola komunikasi yang terbuka dan penuh empati agar anak merasa nyaman berdiskusi, terutama ketika menghadapi tekanan sosial atau ingin mengambil keputusan besar seperti menikah,” ujarnya.
Dengan komunikasi yang sehat, orang tua bisa memberi masukan berharga sebelum anak mengambil keputusan yang akan mempengaruhi masa depannya.
Phoebe juga menyarankan agar orang tua tidak segan memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi yang sesuai dengan usia anak. Langkah ini dinilai penting agar anak memahami risiko dan bisa menghindari masalah serius.
“Dalam banyak kasus, pernikahan dini dianggap sebagai solusi cepat atas kehamilan yang tidak direncanakan. Padahal, hal ini bisa dicegah melalui pendidikan seksual yang komprehensif dan sesuai usia, yang seharusnya dimulai dari lingkungan keluarga,” katanya.
Lebih lanjut, Phoebe menyarankan orang tua untuk memanfaatkan layanan konseling keluarga atau pendampingan psikologis jika mengetahui anak memiliki keinginan impulsif untuk menikah muda.
“Keluarga perlu menyadari bahwa mereka tidak harus menghadapi permasalahan ini sendirian,” ujar psikolog yang kini aktif berpraktik di lembaga konsultasi psikologi Personal Growth tersebut.
Dengan dukungan profesional, keluarga dapat menjalankan peran utamanya sebagai sistem pendukung sosial utama dalam tumbuh kembang anak.
“Dengan pendekatan yang edukatif, suportif, dan kolaboratif, keluarga dapat menjadi garda terdepan dalam mencegah pernikahan dini,” tegasnya.