Jamu Bukan Sekadar Warisan, tapi Masa Depan Kesehatan Bangsa

Seorang pegawai Kementerian Kesehatan menunjukkan jamu tradisional buatan Pusat Pengolahan Pascapanen Tanaman Obat (P4TO) Provinsi Bali saat pameran jamu di Nusa dua, Badung, Bali, Senin (16/12/2024). (Ist)

NASIONAL – Deputi II BPOM RI, Mohamad Kashuri, menegaskan bahwa jamu bukan hanya warisan budaya, tetapi juga simbol masa depan kesehatan Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam peringatan Hari Jamu Nasional yang dipantau secara daring, Minggu (tanggal tidak disebutkan).

“Jamu tidak sekadar ramuan, tetapi juga cerminan budaya yang diwariskan turun-temurun. Kini, semakin banyak jurnal ilmiah dan seminar yang membahasnya sebagai potensi besar obat tradisional,” kata Kashuri.

Ia menyebut, jamu merupakan hasil dari kearifan lokal yang terbukti secara empiris dan kini semakin kuat berkat kajian ilmiah yang terus berkembang. Menurutnya, jamu memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam sistem kesehatan nasional jika terus dikembangkan secara serius dan berkelanjutan.

Kolaborasi Lintas Sektor dan Inovasi Regulasi

Dalam kesempatan tersebut, Kashuri juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Salah satunya melalui kerja sama antara Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) dengan para dokter, akademisi, dan pelaku industri.

“Kolaborasi ini sangat penting untuk menjembatani antara ilmu kedokteran modern dengan kekayaan alam Indonesia,” tegasnya.

Sebagai lembaga pengawas, BPOM juga menunjukkan komitmennya untuk mempercepat proses uji klinik jamu melalui berbagai inovasi regulasi.

“Kami tidak hanya mendampingi, tetapi juga membantu agar uji klinik berjalan sesuai standar. Banyak produk gagal dipasarkan karena uji kliniknya tidak sesuai prosedur,” jelas Kashuri.

Jamu Menuju Sistem Kesehatan Nasional

Kashuri juga menjelaskan bahwa pemerintah telah membuka jalan bagi jamu untuk menjadi bagian dari sistem kesehatan nasional melalui regulasi terbaru, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024.

Selain itu, BPOM sedang mengupayakan revisi Peraturan Menteri Kesehatan terkait Formularium Nasional (Fornas). Revisi ini diharapkan bisa menjadikan jamu sebagai bagian dari layanan yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Tak hanya itu, BPOM juga mendorong pengembangan kurikulum pendidikan tentang obat tradisional untuk memperkenalkan potensi jamu kepada generasi muda. Insentif bagi peneliti dan pelaku industri juga dinilai perlu untuk menciptakan ekosistem inovasi yang kuat dan berkelanjutan.

“Mari kita jadikan jamu sebagai salah satu simbol diplomasi kesehatan Indonesia di kancah global,” tutup Kashuri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *