Kejanggalan Dana BOS SMAN 1 Bandarlampung: Indikasi Honor Ganda dan Upaya “Uang Suap” Kepala Sekolah Meredam Investigasi

Fakta Lampung, Bandarlampung – Investigasi mendalam terhadap pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler Tahun Anggaran 2024 di SMAN 1 Bandarlampung mengungkap temuan serius, mulai dari kejanggalan alokasi honor, pergeseran anggaran drastis, hingga dugaan upaya suap oleh pimpinan sekolah untuk membungkam jurnalis.

​Temuan ini berpusat pada tata kelola dana di sekolah yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Suharto, yang melayani 858 siswa dengan 27 Guru Tidak Tetap (GTT) dan 3 tenaga honorer.

​Fokus utama investigasi adalah alokasi pembayaran honor. Sejumlah guru honorer di sekolah tersebut telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), yang berarti gaji mereka kini bersumber dari APBN/APBD, bukan lagi Dana BOS.

​Logikanya, pos anggaran honor dari Dana BOS seharusnya mengalami penurunan yang signifikan.

​Namun, data menunjukkan hal sebaliknya. Pada Tahap I (18 Januari 2024), anggaran honor tercatat sebesar Rp 163.590.000. Setelah banyak guru menjadi P3K, anggaran di Tahap II (9 Agustus 2024) hanya turun minim menjadi Rp 136.560.000.

​Selisih penurunan yang hanya Rp 27.030.000 ini sangat tidak wajar dan memicu pertanyaan kritis: Jika beban gaji honorer telah berkurang drastis, mengapa alokasi Dana BOS untuk honor nyaris tidak berubah? Kondisi ini menimbulkan indikasi kuat adanya potensi pembayaran honor ganda atau alokasi yang tidak sesuai peruntukan.

​Kejanggalan tidak berhenti di situ. Investigasi juga menyoroti pergeseran alokasi anggaran yang ekstrem dan tidak logis antara Tahap I dan Tahap II, menunjukkan dugaan kuat adanya perencanaan yang tidak matang atau upaya penyerapan dana yang dipaksakan.

Pertama, alokasi Pengembangan Perpustakaan yang sangat besar di Tahap I, mencapai Rp 157.551.000, tiba-tiba menghilang total atau menjadi nol rupiah (Rp 0) di Tahap II.

Kedua, pos Pemeliharaan Sarana dan Prasarana (Sarpras) justru melonjak lebih dari tiga kali lipat. Dari alokasi awal yang hanya Rp 50.268.940 di Tahap I, anggaran ini membengkak secara drastis menjadi Rp 164.669.400 di Tahap II.

Ketiga, muncul alokasi “gaib” untuk Penyediaan Alat Multimedia. Pos ini tidak dianggarkan sama sekali (Rp 0) di Tahap I, namun mendadak muncul dengan nilai Rp 13.750.000 di Tahap II. Pergeseran ekstrem ini mengindikasikan pengelolaan anggaran yang tidak didasarkan pada kebutuhan riil dan prioritas yang efisien.

​Puncak temuan investigasi terjadi saat tim jurnalis melakukan konfirmasi langsung kepada Kepala Sekolah, Suharto, yang didampingi bendaharanya.

Alih-alih memberikan klarifikasi transparan, Suharto justru memberikan respons yang meremehkan upaya pengawasan. “Sudah empat orang yang datang bawa kasus ini, mas,” ujarnyaujarnya kepada media QueenNews.co.id.

Pernyataan ini merupakan pengakuan tersirat bahwa kejanggalan ini telah berulang kali terdeteksi oleh pihak luar, namun diduga tidak pernah dituntaskan, menguatkan dugaan adanya pola tata kelola yang tertutup.

​Suharto juga berupaya mengalihkan tanggung jawab dengan menyatakan bahwa dana tersebut terlambat karena “belum ada bayaran dari atas,” mengesankan bahwa ada pihak lain yang turut bertanggung jawab.

Lebih mencengangkan, Kepala Sekolah diduga kuat melakukan upaya gratifikasi atau suap secara terang-terangan kepada jurnalis untuk meredam pemberitaan.

​”Kalau untuk uang kopi ngerokok bisa saya sediakan dari uang pribadi saya,” ujar Suharto.

Tindakan ini tidak hanya menghina profesionalisme pers, tetapi juga merupakan pelanggaran serius terhadap kode etik pejabat publik dan mencederai integritas jurnalis. Upaya “uang receh” ini justru memperkuat dugaan bahwa ada masalah serius yang berusaha ditutupi di SMAN 1 Bandarlampung.

​Temuan ini mengindikasikan adanya masalah tata kelola yang kronis dan praktik tidak etis. Tim jurnalis investigasi akan segera melaporkan seluruh temuan ini, termasuk dugaan upaya suap, kepada Dinas Pendidikan Provinsi Lampung untuk mendesak dilakukannya audit menyeluruh dan penjatuhan sanksi tegas. Akuntabilitas penggunaan uang rakyat untuk pendidikan adalah harga mati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *