Daerah  

Belanja Operasional DPPPA-KB Pringsewu Capai Rp 3,6 Miliar: LSM Gradasi Soroti Dominasi Vendor dan Dugaan Mark Up

Faktalampung.id, Pringsewu – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Rakyat Anti Korupsi untuk Demokrasi (Gradasi) menyoroti pola belanja operasional Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DPPPA-KB) Kabupaten Pringsewu tahun anggaran 2024. Dari data yang diperoleh, sembilan pos belanja operasional menyerap dana Rp 4,617 miliar, dengan pos perjalanan dinas dan konsumsi rapat mendominasi pengeluaran.

Pos terbesar adalah Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota dengan pagu Rp 1,93 miliar untuk 22 paket kegiatan. Belanja Makanan dan Minuman Rapat menyerap Rp 1,15 miliar untuk 25 paket kegiatan, ditangani enam penyedia jasa: CV Mitra Cendikia, CV Regency Group, CV Mey Decoration, CV Wiwik Catering, Papringan Lestari, dan Irina Milda Candrasari.

Belanja Perjalanan Dinas Biasa menambah Rp 452,09 juta untuk 22 paket. Belanja Sewa Gedung Pertemuan mencapai Rp 126 juta untuk 18 paket, seluruhnya ditangani CV Regency Group—vendor yang juga menggarap paket katering.

Total belanja untuk perjalanan dinas dan kegiatan rapat mencapai Rp 3,67 miliar dari sembilan pos yang tercatat.

Sementara untuk kebutuhan operasional kantor seperti alat tulis, kertas, dan bahan cetak—dengan total 88 paket kegiatan—anggarannya Rp 352,36 juta, dikerjakan tiga vendor: Syams, CV We Dhe We, dan CV Rico Jaya Abadi. Pos terkecil, Belanja Alat/Bahan Kantor Lainnya, sebesar Rp 107,84 juta untuk tiga paket yang dikerjakan CV Rico Jaya Abadi.

Adapun Belanja Barang untuk Diserahkan kepada Masyarakat tercatat Rp 485,76 juta untuk sembilan paket, dikerjakan Syams dan CV Dua Putra Suja.

Wahyu Hidayat, Ketua Umum LSM Gradasi, menyatakan pola pengadaan DPPPA-KB Pringsewu menunjukkan konsentrasi pekerjaan pada beberapa vendor tertentu yang patut dicurigai.

“Syams dan CV Rico Jaya Abadi menguasai hampir seluruh paket ATK dan bahan cetak. CV Regency Group tidak hanya menyediakan konsumsi, tapi juga memonopoli sewa gedung pertemuan untuk 18 paket kegiatan. Ini pertanyaan besar: apakah proses lelang berlangsung kompetitif dan transparan?” ujar Wahyu.

Menurut Wahyu, konsentrasi pekerjaan pada vendor tertentu di instansi pemerintah sering kali memunculkan dugaan praktik tidak sehat, seperti mark up harga atau penggelembungan nilai kontrak.

“Tanpa kompetisi yang ketat, harga yang dibayarkan pemerintah bisa jadi tidak mencerminkan harga pasar yang sebenarnya. Kami khawatir terjadi penggelembungan anggaran yang merugikan keuangan daerah,” tegasnya.

Wahyu menuntut transparansi mekanisme pengadaan: apakah ada rotasi vendor untuk menjamin persaingan sehat? Bagaimana mekanisme kontrol harga untuk memastikan tidak ada penggelembungan anggaran?

Gradasi juga mempertanyakan belanja perjalanan dinas yang fantastis. Dengan 44 paket perjalanan dinas—22 paket dalam kota (Rp 1,93 miliar) dan 22 paket luar kota (Rp 452 juta)—yang menghabiskan hampir Rp 2,4 miliar, Wahyu menilai angka ini tidak wajar.

“Kasus perjalanan dinas fiktif atau ‘bodong’ bukan hal baru di birokrasi Indonesia. Modusnya beragam: dari pembuatan laporan perjalanan dinas palsu, penggelembungan jumlah peserta, hingga klaim biaya perjalanan yang tidak pernah dilakukan,” kata Wahyu.

Ia mendesak DPPPA-KB menjawab pertanyaan krusial: apa output konkret dari 44 paket perjalanan dinas tersebut? Kemana saja tujuan perjalanan? Berapa jumlah pegawai yang terlibat? Apa hasil atau kebijakan yang dihasilkan? Apakah ada dokumentasi dan laporan pertanggungjawaban yang dapat diverifikasi publik?

“Perjalanan dinas dalam kota saja Rp 1,93 miliar untuk 22 paket. Ini angka yang luar biasa besar. Kami menduga ada perjalanan dinas fiktif atau mark up biaya perjalanan. DPPPA-KB harus bisa membuktikan sebaliknya,” tegas Wahyu.

Konsumsi Rapat Tanpa Hasil Jelas
Belanja konsumsi rapat yang mencapai Rp 1,15 miliar untuk 25 paket kegiatan juga disorot Gradasi. Wahyu mempertanyakan output dari rapat-rapat yang menghabiskan anggaran fantastis tersebut.

“Dengan anggaran Rp 1,15 miliar untuk konsumsi rapat, seharusnya ada hasil yang terukur dan berdampak langsung pada masyarakat. Apakah rapat-rapat tersebut menghasilkan kebijakan atau program nyata yang meningkatkan perlindungan perempuan dan anak di Pringsewu? Atau sekadar rapat rutin administratif yang menggerus anggaran?” tanyanya.

Wahyu Hidayat mendesak Inspektorat Kabupaten Pringsewu dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan anggaran DPPPA-KB tahun 2024.

“Indikasi konsentrasi vendor, potensi mark up, dan dugaan perjalanan dinas fiktif ini harus diusut tuntas. Kami akan terus mengawal kasus ini dan tidak akan diam jika ada indikasi penyimpangan yang merugikan keuangan daerah,” tegasnya.

Sebagai dinas yang mengemban misi strategis pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Wahyu menilai DPPPA-KB harus memastikan setiap rupiah anggaran benar-benar terserap efektif, efisien, dan bebas dari praktik korupsi.

“Rakyat Pringsewu berhak tahu kemana uang pajak mereka mengalir. Jangan sampai anggaran yang seharusnya untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak justru bocor karena praktik korupsi oknum-oknum tidak bertanggung jawab,” ucapnya.

Hingga berita ini diturunkan, DPPPA-KB Pringsewu belum memberikan klarifikasi mengenai temuan LSM Gradasi. Publik menunggu penjelasan resmi: bagaimana pertanggungjawaban atas belanja operasional yang cukup besar ini? Apa saja capaian konkret program DPPPA-KB dalam menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta meningkatkan kesejahteraan keluarga di Pringsewu sepanjang 2024?

Yang paling penting, apakah ada bukti nyata bahwa perjalanan dinas senilai Rp 2,4 miliar benar-benar terlaksana dan menghasilkan manfaat? Atau ini hanya angka di atas kertas yang sebenarnya tidak pernah terealisasi?
Transparansi dan akuntabilitas bukan sekadar kewajiban hukum, tapi juga bentuk tanggung jawab moral kepada masyarakat yang dananya dikelola. Di era keterbukaan informasi publik, masyarakat berhak mengawal penggunaan anggaran daerah agar tepat sasaran, tidak terbuang sia-sia, dan bebas dari praktik korupsi yang merugikan rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *