Faktalampung.id, NASIONAL – Badan Gizi Nasional (BGN) menanggapi isu yang beredar terkait dugaan penggunaan minyak babi pada food tray atau ompreng dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala BGN, Dadan Hindayana, memastikan bahwa sebagian besar ompreng yang digunakan dalam program ini adalah produksi dalam negeri yang aman.
Dadan menjelaskan bahwa saat ini, ompreng yang diproduksi di dalam negeri umumnya menggunakan minyak nabati, yang berasal dari tumbuhan, sebagai bahan untuk proses pencetakan. Dadan juga menegaskan bahwa BGN akan memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri.
“Untuk di dalam negeri, rata-rata menggunakan minyak nabati, artinya dari tumbuhan, dan kita akan fokuskan food tray ini berbasis industri dalam negeri,” jelas Dadan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).
Sementara itu, untuk ompreng impor, BGN telah berkoordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Koordinasi ini bertujuan agar produk impor tersebut sudah memiliki cap halal.
“Untuk yang impor, kami sudah koordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) agar food tray yang diimpor sudah distempel halal,” tambah Dadan.
Proses Produksi dan Kebutuhan Ompreng
Dadan juga memaparkan bahwa komponen utama dalam ompreng adalah logam, seperti nikel. Minyak tidak terkandung di dalam lapisan ompreng, melainkan digunakan saat proses pencetakan (stamping). Fungsinya adalah untuk mencegah alat cetak terlalu panas dan cepat rusak.
“Jadi tidak ada minyak di dalam food tray-nya, minyak itu digunakan pada saat stamping atau pencetakan, yang digunakan pada alatnya supaya tidak panas dan mudah rusak. Nah kemudian setelah dicetak, minyak itu kemudian akan dibersihkan dan direndam sehingga steril,” paparnya.
Lebih lanjut, Dadan menyebut bahwa Program MBG membutuhkan sekitar 15 juta ompreng setiap bulannya. Namun, produksi dalam negeri baru bisa memenuhi 11,6 juta ompreng. Hal ini menimbulkan kekurangan sekitar empat juta ompreng.
“Jadi ada kekurangan empat juta, kalau kita tutup impor takutnya program ini masih akan bergantung (untuk memenuhi kebutuhan ompreng), tetapi kemudian kita sudah kerja sama dengan BPJPH itu agar seluruh importir minta sertifikat halal ke BPJPH supaya ompreng itu nanti akan dicap halal,” tuturnya.
Sebelumnya, Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, pada Senin (8/9) menyatakan bahwa pihaknya berencana mengunjungi pabrik di China yang memproduksi ompreng tersebut untuk memastikan kehalalan produk.
“Mudah-mudahan dalam minggu ini kami akan berangkat ke China karena kami tidak melayani (komentar berdasarkan) isu, tidak melayani (komentar berdasarkan) berita-berita yang hoaks. Kami harus menyaksikan lebih dulu (proses produksinya). Kami harus audit lebih dulu semuanya,” ujar Haikal.
Haikal mengakui bahwa ompreng yang digunakan dalam Program MBG sebagian diimpor dari China karena produsen lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan yang sangat besar, mencapai 70 juta unit.













