KPK Ungkap Pemenang Proyek Jalan di Sipiongot Sumut Sudah Diatur Sejak Awal

Lima tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional. (Dok. Ist)

NASIONAL – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa proses lelang proyek pembangunan jalan di kawasan Sipiongot, Sumatera Utara (Sumut), telah diatur sejak awal oleh sejumlah pihak terkait. Proyek ini melibatkan nilai anggaran hingga Rp157,8 miliar.

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penunjukan pemenang proyek dilakukan sebelum proses lelang resmi dibuka. Hal ini diketahui dari hasil penyidikan terhadap sejumlah tersangka, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut berinisial TOP, Direktur Utama PT DNG berinisial KIR, dan Kepala UPTD Gunung Tua sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial RES.

“Sejak awal mereka sudah survei lokasi bersama. Seharusnya survei itu melibatkan beberapa calon penyedia, tapi ini hanya KIR yang diajak oleh TOP,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

Setelah survei, TOP diduga memerintahkan RES untuk langsung menunjuk KIR sebagai penyedia jasa, tanpa mengikuti prosedur pengadaan barang dan jasa yang seharusnya. Penunjukan tersebut berkaitan dengan dua proyek, yaitu pembangunan Jalan Sipiongot–batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot.

Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa pada Juni 2025, KIR dihubungi oleh RES dan diminta untuk menyiapkan penawaran terkait lelang proyek. Bahkan, dari tanggal 23–26 Juni 2025, staf KIR sudah berkoordinasi dengan pihak UPTD untuk mengatur persiapan teknis di sistem e-catalog.

“Jadi, sudah disiapkan dari awal agar PT DNG menjadi pemenang lelang,” ujarnya.

Dalam praktiknya, jadwal tayang proyek pun diatur agar tidak mencurigakan. “Mereka atur waktu penayangan proyek, jangan sampai PT DNG menang dalam waktu berdekatan. Cara memasukkan dokumen juga mereka sesuaikan,” tambah Asep.

Selain rekayasa penunjukan pemenang, KPK juga menemukan adanya aliran dana dari KIR dan RAY (anak KIR yang juga Direktur PT RN) kepada RES. Uang tersebut diduga merupakan ‘uang muka’ atas proyek yang telah dijanjikan.

“Ada hitung-hitungannya, seperti kepala dinas (TOP) akan menerima sekitar 4–5 persen dari nilai proyek,” terang Asep.

Terkait kasus ini, KIR dan RAY dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor. Sementara TOP dan RES disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B undang-undang yang sama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *